Jumat, 28 September 2012

Istirahat di Pulau Yang Tak Pernah Beristirahat

Unrust yang akhirnya istirahat total
Pulau ini kelihatannya kecil dan terkesan tidak istimewa. Tahun 2003 saya pernah diajak camping seorang teman ke Pulau Unrust. Tapi saya menolaknya. Saya pikir, tak ada cukup alasan untuk mengunjungi pulau asing yang penuh puing ini, apalagi sampai menginap. Beberapa teman yang lain menganggap pulau ini sebagai 'tempat jin buang anak' dan memberi kesan seram saat melintasinya. Padahal, dari gugusan pulau yang menjadi basis pertama pertahanan Belanda di nusantara, Pulau Unrust adalah primadonanya.

Saya tak menyalahkan teman-teman saya yang menganggap Pulau Unrust biasa saja. Mungkin, apa yang ada di pikiran teman-teman saya tersebut sama seperti persepsi Pangeran Jayakarta yang memperbolehkan para kompeni Belanda mendiami pulau ini pada tahun 1610. Sebuah keputusan yang didasari pada persepsi positif dan tak ada prasangka bahwa keputusan itulah yang menjadi tonggak penjajahan bagi bangsa Indonesia selama berabad-abad lamanya.

Sebelum populer dengan nama Unrust, awalnya pulau ini hanyalah pulau biasa yang menjadi tempat pelesir dan peristirahatan bagi raja-raja Banten. Saat Belanda mendapat lampu hijau dari Pangeran Jayakarta pada tahun 1610 untuk mendiami pulau ini, pada tahun 1613, Belanda mulau membuat galangan kapal dan mengambil kayu untuk pembuatan kapal-kapalnya di pulau ini. Selain itu, Pulau Unrust juga digunakan sebagai tempat perbaikan bagi kapal-kapal dagang yang sedang melakukan ekspedisi jelajah samudera. Beberapa nama yang populer dalam buku pelajaran geografi di sekolah kita seperti Albert Tasman (penemu Pulau Tasmania) dan James Cook (penemu benua Australia dengan kapalnya yang terkenal yaitu Endeavor) pernah mampir di pulau ini untuk memperbaiki kapalnya.

Rumah dokter yang dijadikan museum. Pasti jarang pengunjung ;'(
Pada saat itu, Unrust seolah menjadi sorotan dunia sebagai tempat bengkel kapal dengan fasilitas dan pelayanan terbaik di dunia.Oleh karenanya, pulau ini selalu ramai dan sibuk terus siang dan malam layaknya Jakarta saat ini sehingga orang-orang Belanda menyebutnya dengan Unrust (bahasa Inggrisnya Unrest), pulau yang tak pernah beristirahat. Selain itu, banyaknya kapal-kapal besar yang lalu-lalang dari dan ke pulau ini membuatnya mendapat julukan sebagai Pulau Kapal.

Tak ada yang pernah menyangka bahwa dari pulau kecil ini kompeni Belanda mampu menggalang kekuatan dan menguasai Batavia pada tahun 1619. Dari Pulau Unrust pula, Belanda melalui VOCnya menguasai perdagangan rempah-rempah mulai dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan hingga Pulau Deshima (Hirado) di dekat Nagasaki, Jepang. Bahkan, ekspansinya meliputi Tanjung Horn yang ada di Selat Magelhaen, Amerika Selatan.

Maket: Unrust yang penuh sesak, dahulu kala ;'(
Saat bertandang ke Pulau Unrust, saya perhatikan ada satu bangunan masih utuh yang dulunya merupakan rumah dokter dan sekarang digunakan sebagai museum. Seperti halnya nasib museum-museum di Indonesia, museum ini juga kelihatan kurang terawat dan sepi pengunjung. Tapi, dari museum ini saya jadi tahu tentang maket Pulau Unrust di masa lalu. Meningkatnya ancaman serangan dari kerajaan Banten dan pasukan Inggris memaksa Belanda membuat benteng pertahanan di Pulau Unrust. Awalnya, Belanda membangun benteng berbentuk segiempat dengan dua bastion (bangunan yang menjorok ke luar dan berfungsi sebagai pos pengintai) pada tahun 1656. Benteng tersebut pada tahun 1671 diperluas menjadi berbentuk segilima tidak simetris seperti yang ada dalam maket dengan bastion pada tiap sudutnya. Baru pada tahun 1674, Belanda membangun gudang-gudang untuk menyimpan besi dan tempat bongkar muat barang-barang serta membangun dok tancap untuk keperluan galangan kapal.

Bekas galangan kapal dan rumah sakit yang sangat rindang

Menurut beberapa catatan sejarah, Pulau Unrust pernah mengoleksi dua buah kincir angin untuk keperluan galangan kapalnya. Tapi saat saya berkunjung, bekasnya pun tidak saya temukan sama sekali. Mungkin, dua kali diserang tentara Inggris pada tahun 1800 dan 1810 menyebabkan bangunan tersebut luluh lantak tak berbekas bersamaan dengan bangunan lainnya. Pada tahun 1828, Unrust mulai dibangun kembali dengan mempekerjakan orang-orang China dan para tahanan. Yang membuat primadona Unrust pudar adalah saat dibukanya Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1883 sehingga menggiring kapal-kapal yang tadinya ke Unrust berpindah dengan alasan peralatannya lebih lengkap dan modern sekaligus bila langsung bongkar muat barang di Batavia.

Dengan berakhirnya Unrust sebagai tempat galangan kapal, nasibnya hanya berhenti sebagai tempat tawanan perang, penjara bagi para pemberontak, tempat karantina haji yang penuh tipu muslihat dan intrik politik, tempat karantina bagi penderita penyakit menular, lahan pengasingan bagi para gelandangan dan pengemis, serta menjadi pulau kosong seperti tak bertuan. Acungan jempol ditujukan untuk Pak Ali Sadikin, yang meskipun agak terlambat kerana tinggal puing-puing saja dan beberapa bangunan yang masih utuh, menjadikan Pulau Unrust sebagai pulau bersejarah yang patut untuk dilestarikan.     

gara-gara buku ini saya pengen ke Unrust
Saat ini, orang datang ke Unrust gara-gara terbius dengan kisah pada buku Rahasia Meede: Misteri Harta Karus VOC karya E.S. Ito. Begitu juga dengan saya. Orang-orang pada penasaran dengan logika yang ditawarkan Ito, bagaimana mungkin sebuah perusahaan multinasional yang memonopoli perdagangan rempah-rempah di seluruh dunia bisa bangkrut dalam sekejap.

Dugaan-dugaan muncul bahwa harta perusahaan tersebut telah digelapkan. Banyak yang berspekulasi bahwa harta tersebut disimpan dalam bentuk batangan emas. Sebenarnya, sudah bukan rahasia lagi jika di dalam perut Kepulauan Seribu menyimpan harta karun dari kapal-kapal dagang yang tenggelam dalam pelayaran maupun saat perang. Tapi, dugaan kuat tempat emas itu disimpan justru ada di dalam perut bumi Pulau Unrust sendiri. Entah benar atau tidak, karena belum pernah masuk ke dalam ruang bawah tanahnya (emang ada gitu, eh), saya pikir harta karun tersebut justru 'hanya' berupa jejak sejarah yang ditinggalkan di pulau ini. Jika ingin 'memburu' emas, kenapa tidak mengalihkan saja perhatiannya pada gunungan emas di Indonesia Timur sana yang jelas-jelas dikeruk setiap hari. Ups.

kompleks kuburan Belanda
Ngomongin Unrust memang selalu menyenangkan. Pulau ini juga cukup nyaman untuk tempat leyeh-leyeh seharian karena dipenuhi dengan pepohonan rindang. Agak aneh sih tapi, karena pantai-pantainya tidak didekorasi dengan pohon nyiur tapi oleh pohon-pohon yang tinggi besar. Yang membuat pulau ini tambah misterius selain dugaan adanya harta karun (yang tak pernah ditemukan) adalah keberadaan kompleks makam Belanda. Nisan-nisan cantik berukir indah bisa ditemukan di sebelah utara pulau. Yang berukir paling unik menurut saya adalah nisan Cornelius Willemse Vogel, seorang pengrajin terkenal di masa kolonial Hindia Belanda yang dulunya dimakamkan di Pulau Damar tapi dipindahkan ke Unrust sesuai dengan wasiatnya yang ingin selalu berkumpul dengan para koleganya sesama pengrajin di Unrust.

Nisan Maria ;'(
Ada juga nisan milik Anna Adriana Duran, putri dari penguasa (baas) Pulau Unrust, Bastiaan Duran. Tapi yang paling membuat orang penasaran adalah nisan Maria van de Velde. Maria yang cantik konon mati muda karena menahan siksaan asmara, menunggu kekasihnya yang pergi dan tak kunjung kembali. Eciyee kalimatnya hehehe. Menurut cerita yang beredar dari kuncen Pulau Unrust, sosok Maria kerap muncul sedang duduk-duduk manis di atas nisannya atau sedang jalan-jalan di pantai sebelah timur dengan gaun merah, khas noni Belanda. Kalau Anda sedang bertandang kemari dan mendapati ada lima pohon meranggas, sementara pepohonan di sekelilingnya tampak ijo royo-royo, di situlah tepatnya noni cantik ini sering menyapa penggemarnya. Tapi ingat, jangan pernah menjahilinya ya kalau tidak ingin dijahilin balik. Cewek patah hati itu katanya kalau marah jadi serem. Apalagi ini ceweknya gak nginjek tanah. #eaaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar