Rabu, 26 Desember 2012

Mengenang Tsunami di Masjid Rahmatullah

Magical Masjid - Rahmatullah

Delapan tahun berlalu tapi kenangan akan bencana dahsyat itu masih mengendap di benak banyak orang, termasuk saya. Masjid Rahmatullah adalah salah satu masjid yang menjadi saksi bisu tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Bangunan ini seolah menjadi 'prasasti' wajib kunjung dalam daftar tempat-tempat yang saya kunjungi saat jalan-jalan di Aceh.

Saya terpesona dengan masjid ini sejak menonton sebuah berita yang menayangkan video landscape Lampu'uk dari udara, beberapa hari setelah tsunami. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah hamparan padang datar penuh puing bekas tsunami dan satu bangunan putih yang berdiri tegak sendirian yaitu Masjid Rahmatullah ini.

Delapan tahun berlalu, Lampu'uk sekarang sudah bersolek. Masjid yang pertama kali dibangun tanggal 19 Maret 1990 inipun sudah dipugar dan diperbaiki dengan tetap menyisakan satu sudut yang sengaja dibiarkan sebagai usaha untuk melawan lupa. Di kanan kirinya juga sudah tampak berdiri banyak rumah dan pepohonan sehingga membuat saya tidak sadar jika masjid ajaib ini hanya berjarak sekitar 500 meter dari bibir pantai Lampu'uk.

Masjid Rahmatullah beberapa hari setelah tsunami 2004. Foto dipinjam dari sini.

Adalah pemerintah Turki melalui Bulan Sabit Merah-nya, tergerak untuk membantu korban tsunami Aceh dengan merestorasi bangunan masjid, membangun kembali rumah warga di sekitarnya beserta fasilitas pendukungnya termasuk sekolah, serta melakukan perbaikan untuk pemakaman prajurit Turki di kampung Bitai. Rupanya, ingatan sejarah akan romantisme hubungan persaudaraan sesama muslim di masa lalu masih terpatri hingga era millenium ini.

Sekitar 400 tahun silam, atas permintaan Sultan Al Kohar yang berkuasa di Aceh saat itu, Turki pernah mengirim bantuan sebanyak 300 orang prajurit yang diberangkatkan dengan 15 buah kapal perang ke Aceh untuk membantu mengusir tentara Portugis dari Tanah Rencong. Empat abad kemudian, rakyat Turki kembali terketuk hatinya untuk membantu meringankan beban warga Aceh akibat bencana tsunami. Saya melihatnya dari prasasti yang terpampang di pintu gerbang masjid ini, tertulis dengan tiga bahasa berbeda yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Turki. Selain itu, rumah-rumah warga di sekitar masjid juga unik karena ada simbol bintang dan bulan di depannya. Areal perumahan itu kini bernama Perkampungan Bulan Sabit Merah Turki-Turkish Red Crescent Village.

Mengunjungi masjid Rahmatullah dan sekitarnya seperti merangkum kisah panjang sejarah Aceh dalam sekejab mata. Namun, di sini pulalah saya juga bergidik saat merasakan dan melihat salah satu bukti kebesaran dan kekuasaan Allah yang nyata.

2 komentar:

  1. Subhanallah Adie Riyanto. Jutaam jiwa terseret sunami dan hanya segilintir selamat dari mauut. Saksi hidup Masjid Ramatullah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, merinding pokoknya pas pertama lihat masjid ini. Tanda kebesaran Allah memang nyata :)

      Hapus