Jumat, 19 Oktober 2012

Cinta Rusa

rusa tutul yang lucu, tapi di dalam kerangkeng ;'(
Sejak kecil saya senang sekali melihat rusa. Ini gara-gara tiap liburan natal bawaannya nonton tv saja di rumah sampai teler. Bayangkan saja, tiap pagi selama liburan sekolah nontonnya film-film kartun yang bertema natal. Seringnya sih tentang Santa Klaus. Saking seringnya nonton, saya sampai hafal nama-nama rusanya: Dasher, Dancer, Prancer, Vixen, Comet, Cupit, Donder, Blitzen, dan Rudolph. Favorit saya sih si Rudolph yang berhidung merah itu. Meski saya muslim, saya dibiarkan nonton film ini karena ceritanya memuat pesan-pesan universal tentang kebaikan. Memori tentang kisah di film kartun Rudolph The Red-Nosed Reindeer agar tidak mengucilkan teman-teman yang 'berbeda' termasuk yang menderita sakit dan cacat fisik masih membekas hingga saya beranjak dewasa. Tapi di luar itu semua, sejak kecil saya punya keinginan untuk melihat rusa langsung di alamnya.

Kata bapak saya sih, dulu di hutan dekat rumah mudah dijumpai rusa. Tapi, cerita-cerita klasik tentang akibat pembalakan liar menghapus jejak semuanya. Bahkan, ayam hutan nyeberang jalan saja sekarang sudah tak terdengar ceritanya di antara tukang kayu bakar di pasar. Pernah sih ada kabar dari desa di balik gunung, kalau ada rusa yang ditangkap warga di dekat hutan. Saat dikerangkeng, si rusa terlihat diam dan meringkuk saja serta kelihatan menangis. Dari kasak-kusuk, eh ternyata hari gini rusa tersebut katanya adalah rusa jadi-jadian. Makin horor lagi saat ada orang yang datang ke tempat tersebut dan menebusnya dengan sejumlah besar uang. Anggapan tentang rusa yang lucu di film kartun terhapus dan tergantikan dengan adegan sinetron tentang pesugihan di tv. Duh.

Jumat, 12 Oktober 2012

Obat Kuat Para Dewa

negeri di atas awan, hawa dinginnya menusuk tulang
Ngobrol tentang seks memang selalu menarik. Meski masih ada yang menganggapnya tabu, toh iklan-iklan di surat kabar maupun televisi banjir juga informasi seputar seks dan printilannya. Coba saja baca koran kuning. Di situ, info apa saja, mulai dari memperbesar ini, memperbesar itu, menambah stamina, dan lain-lain dibeberkan semua. Saya sampai ketawa-ketiwi kalau pas lagi di kereta dan gak sengaja dapat koran seperti itu sebagai alas duduk. Lebih lucu lagi kalau nemu koran yang gambarnya iklan begituan dipakai sebagai alas waktu sholat Jumat. Mau fokus ke mana coba?

Eh, tapi saya perhatikan, sekarang memang banyak banget yang buka lapak jual obat kuat. Kalau di Jakarta terkenalnya dengan sebutan pil biru. Di jalanan, di pasar, di gang-gang sempit, saya sering gak sengaja nemu papan nama yang menawarkan khasiat pil obat kuat. Saya sih belum pernah lihat bentuknya seperti apa, secara masih merasa kuat dan gak perlu yang namanya pil-pilan untuk bisa 'bangun'. Melihat papan-papan nama serupa yang kian menjamur, berarti memang ada permintaan besar akan khasiat dari pil tersebut. Entah karena kurang percaya diri atau memang agak susah bangun, makanya banyak orang menggantungkan harapan pada obat-obatan tersebut.

Jumat, 05 Oktober 2012

Ngopi-Ngopi di Solong

.: Kedai Kopi Solong, Ulee Kareng, buka sejak 1974 :.
Itulah yang saya lakukan begitu menjejak Banda Aceh lagi setelah dua hari sebelumnya kelayaban di Pulau Weh. Duh, rasanya kepala belum 'penuh' dan perlu mendapat suntikan kafein biar bisa berfikir agak lurus setelah diombang-ambing ombak dengan perut kosong pagi tadi. Ini memang bukan cangkir pertama yang saya tenggak berisi cairan bubuk hitam yang harumnya bisa bikin mata melek semalaman. Tapi konon, belum lengkap pergi ke Aceh tanpa mencecap kopi Solong dari cangkir warungnya langsung.

Papan nama di depan menunjukkan bahwa kedai kopi ini bernama Warung Kopi (Warkop) Solong. Tapi begitu saya blusak-blusuk ke dapur, ada tulisan Warung Kopi "Jasa Ayah", nama asli dari warung kopi ini. Saat Aceh dilanda konflik dulu, warung kopi ini seolah mengemban misi perdamaian sehingga jargon "di luar warung silakan bertindak, tapi di dalam warung kopi Solong, semua mesti gencatan senjata" populer di antara para pelanggan.