Sabtu, 17 Mei 2014

Wisata Museum: Menembus Masa, Mengawetkan Waktu

.: Museum Nasional, Jakarta :.
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, wisata ke museum tampaknya bukan menjadi pilihan utama liburan. Masih banyak yang beranggapan bahwa pergi ke museum tak ubahnya malah menambah penat. Orang lebih suka pergi ke kebun binatang atau ke pantai daripada melihat benda-benda kuno yang justru menuntut pengunjungnya untuk mengingat-ingat dan 'mengenang' masa lalu. Sampai ada sebuah kelakar yang mengatakan bahwa orang Indonesia itu seumur hidup pergi ke museum hanya dua kali. Yang pertama adalah saat ada tugas sekolah dari guru dan yang kedua yaitu saat mengantar anaknya mengerjakan tugas dari gurunya.

Sangat miris sebenarnya saat mendengar informasi tentang museum yang ada di luar negeri dengan tiket masuk seharga sekian euro dari para turis dalam negeri, sementara mereka nihil informasi tentang museum-museum lokal yang bisa jadi jauh lebih lengkap dan beragam koleksinya. Padahal, hidup di Indonesia seharusnya sangat termanjakan dengan tersedianya begitu banyak museum dengan koleksi yang bermacam-macam pula. Pun juga, harga tiketnya kadang kala sangat tidak manusiawi dibandingkan dengan apa yang dapat diperoleh jika kita bertandang di dalamnya. Bahkan ada yang tanpa dipungut biaya. Bayangkan, rata-rata tiket masuk museum di Indonesia untuk pengunjung dewasa 'hanya' Rp. 2.000,00 hingga Rp.5.000,00 saja. Masih lebih mahal dibandingkan dengan, katakanlah, tarif jalan tol atau parkir di mal. Tapi, apakah dengan begitu museum-museum di Indonesia serta merta ramai pengunjung?

Mungkin, masih terpatri dalam benak banyak orang bahwa bangunan museum identik dengan bangunan tua yang kumuh dan terkesan angker. Sebenarnya, museum dibangun dengan tujuan mulia yaitu sebagai lembaga edukatif. Tapi, entah karena minim apresiasi atau kemasannya yang biasa saja, banyak museum di Indonesia yang akhirnya berdiri sebatas sebagai ruang pamer saja. Artinya, apa yang disajikan di museum menjadi kurang hidup dan bahkan jauh dari misi menjembatani periode kuno dengan perspektif masa kini. Karena ada rentang waktu yang sangat panjang antara benda-benda koleksi museum yang dipajang dengan masa yang kekinian, seringkali jarak tersebut yang belum dapat difasilitasi oleh banyak museum di Indonesia sehingga timbul persepsi bahwa museum itu sangat membosankan.

.: Koleksi Museum di Pelataran Dalam :.
Berangkat dari kenyataan tersebut, Museum Nasional sebagai rujukan museum-museum yang ada di Indonesia, seakan membuat gebrakan yang cukup menyedot perhatian khalayak dengan menempatkan museum sebagai media yang mampu memfasilitasi banyak kegiatan menarik.

Salah satunya yaitu tahun 2012 silam, di mana Museum Nasional menjadi tempat berlangsungnya acara stand up comedy yang digawangi oleh Pandji Pragiwaksono. Acara bertajuk Indonesia: (Indonesia Titik Dua) tersebut cukup menarik minat pengunjung, terutama generasi muda, yang bahkan, belum pernah sekalipun datang berkunjung ke museum ini. Di museum ini juga kerap diadakan acara-acara seminar, diskusi, dan wisata jelajah museum untuk anak sekolah. Acara-acara budaya semacam pagelaran wayang kulit, wayang potehi, dan pameran benda seni pertukaran benda koleksi dengan museum-museum lain baik dari dalam maupun dari luar negeri juga sering dihelat di museum terlengkap di Indonesia ini.

Jika diperhatikan, selengkap apapun koleksi sebuah museum, sepanjang tidak didukung dengan kegiatan lain yang menarik, akan berhenti sebatas gudang barang antik saja. Tak akan pernah ada yang namanya transfer knowledge tentang apa yang terjadi di masa lalu untuk dijadikan semacam acuan bagi generasi saat ini. Yang paling utama ditumbuhkan di masyarakat kita sebenarnya adalah sebuah minat untuk datang dan menikmati informasi dari masa silam yang disematkan melalui benda-benda antik dan artefak sejarah yang dikoleksi oleh museum.

.: Oase Artefak :.
Setelah minat itu tumbuh, langkah kedua yaitu dengan membuat kemasan museum yang nyaman untuk dinikmati karena kultur masyarakat kita yang dominan lebih suka menjadi penonton daripada menjadi kreator. Dengan membuat pengunjung tidak merasa bosan dan terkesan bertandang ke tempat menarik, impresi tentang 'pesan' masa lalu yang tersemat di dalam setiap benda koleksi akan tersampaikan secara halus dalam benak para pengunjung museum yang diharapkan dapat menggiring pada kesadaran kolektif bahwa Indonesia, negara yang menjadi rumahnya, merupakan oase dan tambang yang yang sangat kaya akan peninggalan masa lalu.

Saya jadi ingat dengan penggalan tulisan Eric Weiner dalam bukunya The Geography of Bliss bahwa negara kaya minyak seperti Qatar ternyata mengalami kesulitan mengidentifikasi dan mendaftar masa lalu kebudayaan negerinya. Emir Qatar bertekad untuk melakukan sesuatu terkait dengan budaya negaranya yang hilang.

Dengan devisa negara yang menakjubkan, Qatar berusaha 'membeli' masa lalu dengan menginventarisasi atau bahkan 'mengimpor' budaya bangsa lain yang mendiami negerinya. Sangat jelas di sini bahwa uang memang berpotensi untuk mengembangkan masa depan. Di sisi lain, Qatar juga sekaligus mengingatkan kita bahwa ternyata, uang tidak dapat dapat membeli masa lalu. Berkaca pada negeri sendiri, apa kabar dengan Indonesia yang kaya akan sejarah masa lalu?

Kita seyogyanya merasa bangga mempunyai banyak museum yang mampu mengawetkan sejarah masa lalu. Saat mengunjungi sebuah museum, kita seolah diajak berkelana lintas masa menaiki mesin waktu. Kita akan dibawa untuk bertamasya dari masa prasejarah hingga masa kini.

.: Arca dan Prasasti :.

Misalnya, untuk sebuah museum yang koleksinya terbilang lengkap seperti Museum Nasional, di dalamnya tersaji bermacam-macam benda peninggalan nenek moyang kita dari zaman prasejarah, masa di mana mereka belum mengenal tulisan, yang ditandai berlangsungnya zaman batu jika kita tengok keberadaan menhir, artefak, dan beberapa senjata untuk berburu dan meramu, hingga sejarah keberadaan nenek moyang yang sudah berperadaban, mempunyai 'hubungan diplomatik' dengan bangsa lain, dan tumbuh menjadi kerajaan-kerajaan terkuat di Asia Tenggara.

Benda-benda purbakala tersebut dikumpulkan melalui sebuah penemuan-penemuan baik dilakukan secara tidak sengaja oleh masyarakat maupun yang dilakukan secara terencana dalam suatu proyek studi ilmiah penggalian arkeologi dari seluruh pelosok nusantara. Selain itu dipajang juga keramik-keramik dari dinasti Ming, Han, dan Tang. Yang paling mencuri perhatian pengunjung adalah keberadaan patung Bhairawa setinggi 414 cm. Patung ini merupakan pancaran Budha di bumi yang digambarkan dengan laki-laki yang berdiri di atas jenasah yang dikelilingi tengkorak-tengkorak, memegang cangkir (yang juga berbentuk tengkorak) di tangan kiri dan sebilah keris di tangan kanan.

Melalui panduan yang disajikan di buku katalog maupun penjelasan secara runut oleh seorang pemandu museum yang cakap, koleksi-koleksi tersebut seperti mempunyai 'nyawa' dan 'hidup' sehingga mampu menjembatani periode yang terjadi di masa lalu untuk dipelajari di era yang serba modern saat ini.

.: Museum di Hatiku :.
Saya pikir, kalau saja apa yang terlihat dalam Museum Nasional ini tercermin dalam masing-masing museum, minimal secara periodik diadakan acara interaktif, entah talkshow atau wisata jelajah museum misalnya, saya yakin animo masyarakat terhadap museum akan terus meningkat.

Sebenarnya, kunjungan ke museum secara langsung akan dapat menumbuhkan keterhubungan emosional yang kuat daripada jika informasi dan segala sesuatu yang disajikan museum dinikmati melalui media audio visual. Tapi, jika segala acara sudah dikemas dan segala perlengkapan pamer sudah lengkap dan modern disajikan, namun pergerakan angka kunjungan museum masih secepat siput maraton, mungkin sudah saatnya dipikirkan untuk membangun museum virtual (museum maya) seperti yang berusaha diwujudkan oleh The Museum Project, yang melesapkan aspek tempat. Orang bisa lalu lalang kapan saja dan menyelami suatu museum bahkan melalui genggaman tangannya sehingga biaya operasional museum yang tidak sedikit itu dapat lebih diefisienkan.

Dengan begitu, kita juga jadi tahu akan PR yang menanti untuk dicari solusinya di masa mendatang yaitu bukan lagi tentang memasyarakatkan museum tetapi tentang bagaimana membalik kenyataan bahwa menjual kenangan masa lalu di negeri ini bukan merupakan komoditas laris yang diminati menjadi sesuatu yang dibutuhkan dan dibanggakan masyarakat. Saya hanya berharap, semoga saja penyebab museum akhirnya mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia bukan karena diakuisisi atau dikelola oleh negara lain. Ayo ke museum!

6 komentar:

  1. Setiap daerah pasti punya musium..tapi sayang sebagian musiumnya terkesan tidak terawat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe karena jarang pengunjungnya kayaknya, makanya mari kita hidupkan museum lokal. Ayo ke museum :)

      Hapus
  2. Saya sebenarnya suka ke museum nasional. Karena di sana terkumpul banyak arca dan prasasti. Malah saking banyaknya jadi lebih mirip gudang, kayak digeletakin gitu aja di gang-gang, merhatiin nggak sih? Karena kalau saya main ke candi biasanya dapet info kalau di lokasi pernah ditemukan arca atau prasasti dan sudah dibawa ke Jakarta. Mau ga mau ya kemari deh...

    Tapi beneran Rp 2.000 itu murah banget. Nggak kebayang gimana pengelola muter duit untuk biaya merawat koleksi negara. Apa pakai dana APBN ya? Soalnya di negeri Singapura sana masuk museum tarifnya bisa ratusan ribu rupiah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha beneran sama berarti pemikiran kita tentang arca-arca dan prasasti di Museum Nasional itu. Kesannya emang seperti digeletakin gitu aja.

      Kesannya emang murah ya, tapi tetap jarang pengunjungnya. Tapi kalau Museum Nasional ramai kok, soalnya banyak juga sekolah-sekolah gitu yang guru-gurunya mulai melek tentang edukasi ke museum. Makanya, ayo ke museum :)

      Hapus
  3. gue tuh suka banget wisata museum loh kak, temen2 deket yang sering jalan bareng ngasih sebutan ke gue "anak museum". setiap lagi nyusun itinerary, pasti langsung ditanya "ada berapa museum dilistnya?" hahahaha

    dan gue juga getol banget ngajak teman2 di sini untuk mampir wisata museum, gue selalu bilang "masa jalan-jalan jauh bisa main ke museum ini ga bisa?" :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, bagus, lo termasuk orang waras yang gw kenal :D

      Hapus